Rabu, 24 Juni 2009

DAERAH ALIRAN SUNGAI (DAS), KAITANNYA DENGAN POLA PEMBANGUNAN PEMUKIMAN DAN BANJIR SEBAGAI MASALAH BERKELANJUTAN”

Daerah Aliran Sungai atau DAS adalah hamparan pada permukaan bumi yang dibatasi oleh punggungan perbukitan atau pegunungan di hulu sungai ke arah lembah di hilir. Oleh karenanya, DAS merupakan satu kesatuan sumberdaya darat tempat manusia beraktivitas untuk mendapatkan manfaat darinya. Agar manfaat DAS dapat diperoleh secara optimal dan berkelanjutan maka pengelolaan DAS harus direncanakan dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

DAS mempunyai arti penting terutama dalam hubungan ketergantungan antara hulu dan hilir. Perubahan komponen DAS di daerah hulu akan sangat mempengaruhi komponen DAS pada daerah hilirnya sehingga perencanaan pembangunan daerah hulu menjadi sangat penting dalam manajemen DAS secara keseluruhan..
Banjir merupakan permasalahan yang sudah biasa terjadi di DAS. Banjir terjadi akibat adanya perubahan sistem DAS yang kontinu dimulai dari wilayah upstream (hulu) - downstream (bagian tengah) – middlestream (hilir) yang signifikan. Menurut Sinukaban (2007), sebagai contoh adalah banjir yang biasa terjadi di Jakarta adalah karena penggunaan lahan di kawasan DAS Ciliwung tidak sesuai dengan kaidah-kaidah konservasi tanah. Akibatnya, sebagian besar air hujan tidak terserap tanah, tetapi mengalir di permukaan tanah, lalu langsung masuk ke sungai. Sehingga banjir merupakan fenomena yang harus ditangani secara menyeluruh dalam suatu DAS.
Pada kenyataannya, pola tata ruang pada banyak DAS di berbagai wilayah Indonesia, termasuk juga di Kalimantan Selatan (DAS Barito) memang masih mengalami banyak masalah. Peningkatan alih fungsi lahan menjadi daerah pemukiman semakin meningkat sementara luas kawasan hutan sebagai penyangga DAS semakin terdegradasi dari tahun ke tahun sehingga terjadi konversi lahan yang semakin tinggi. Berdasarkan data terakhir, luas daerah permukiman sub-DAS secara rata-rata semakin meningkat dari tahun 1981 sebesar 5 % dan terakhir tahun 2001 sebesar 27 %.

Salah satu DAS yang berada di Kalimantan Selatan yaitu DAS Barito. Namun, kondisi daerah aliran sungai (DAS) Barito makin kritis, akibat pembalakan hutan dan konversi penutupan lahan yang dulunya hutan menjadi permukiman dan pertambangan. Kondisi ini menyebabkan 13 titik di Kalsel berpotensi banjir. Terlebih saat curah hujan tinggi seperti sekarang ini. 13 titik tersebut adalah Tabukan (Batola), Amuntai Selatan, Babibrik dan Sungai Pandan (HSU), hampir seluruh wilayah HSS, Kabupaten Banjar, Kintap, Bati-Bati, Pelaihari (Tala), Satui, Kelumpang dan Batulicin (Tanbu), Pulau Laut Selatan dan Pulau Laut Utara (Kotabaru). ”Sejumlah daerah tersebut berpotensi banjir. Bencana banjir di sebagian wilayah Kalsel termasuk bencana alam yang hampir pasti terjadi pada setiap datangnya musim penghujan. Bencana banjir ditentukan oleh banyak hal. Pertama, karakteristik DAS dari aspek biogeofisikal yang mampu memberikan ciri khas tipologi DAS tertentu. Kedua, aspek meteorologis-klimatologis, terutama karakteristik curah hujan yang mampu membentuk badai atau hujan maksimum. Ketiga, aspek sosial ekonomi masyarakat, terutama karakteristik budaya yang mampu memicu terjadinya kerusakan lahan DAS, sehingga wilayah DAS tersebut tidak mampu lagi berfungsi sebagai penampung, penyimpan, dan penyalur air hujan yang baik.
Aktivitas di daerah hulu, sering dituding sebagai penyebab utama terjadinya banjir di daerah bawahnya. Seperti pada DAS Barito, daerah hulunya telah terjadi konversi penutup lahan yang cukup signifikan dari hutan ke tambang. Sehingga air hujan yang jatuh tidak akan ditangkap dan diresapkan secara perlahan ke dalam tanah, lalu ditampung oleh akar. Tapi air langsung menjadi limpasan karena tanah tambang biasanya dikupas hingga ke batuan induknya Limpasan ini kemudian masuk ke alur sungai. Karena cukup banyak maka tidak tertampung dan sebagian meluap, sehingga mengakibatkan banjir di beberapa daerah seperti Kabupaten Tabalong, Balangan bahkan hingga Hulu Sungai Utara.
Sedangkan potensi banjir di wilayah Kabupaten Banjar akibat hujan terus menerus dalam jangka waktu yang lama, sehingga Waduk Riam Kanan akan semakin penuh. Guna menghindari jebolnya waduk yang cukup dimakan usia tersebut, dibukalah pintu-pintu air sehingga daerah bawahnya seperti Kabupaten Banjar. Akibatnya, Kecamatan Karang Intan dan Martapura akan tergenang, karena badan sungai tidak mampu menampung air tersebut.
Sedangkan di Tanah Bumbu dan Tanah Laut, banjir berpotensi akibat adanya arus pasang air laut, sehingga air sungai dari hulu tidak akan lancar atau terhambat di muara sungai. Kondisi ini merupakan salah satu penyebab bencana banjir di dearah ini.
Di HSU dan HSS,, ancaman banjir disebabkan Sungai Negara yang merupakan salah satu anak Sungai Barito telah mengalami pendangkalan yang cukup signifikan, sehingga kurang mampu lagi menampung air dari daerah hulu. Hal ini menyebabkan HSU dan sekitarnya akan tergenang bila sungai ini meluap. Tapi sungai ini juga yang menjadi sarana bagi masyarakat disana untuk melakukan berbagai kegiatan

Senin, 22 Juni 2009

Mid Test Mata Kuliah PLLB"

1. Dalam siklus hodrologis, lahan basah mempunyai peran penting. Sebutkan dan jelaskan peran tersebut. Berikan penilaian terhadap lahan basah di Kalimantan Selatan, sampai sejauh mana keberadaan peran tersebut?

2. Curah hujan rata-rata tahunan di Meratus 1000 M liter/bulan, 80% menjadi air larian dan masuk ke berbagai sungai, di antaranya 1.800.000 liter/tahun mengalir melalui Sungai Riam Kiwa. Namun dari sungai ini hanya mampu mengairi 100 hektar lahan dengan masing-masing 9000 liter/tahun. Sisanya kembali terevaporasi dan evapotranspirasi. Dengan asumsi yang sama, berapakah peranan vegetasi dalam melakukan evapotranspirasi pada lima sungai lainnya, yakni Sungai Riam Kanan, Sungai Amandit, Sungai Batang Alai, Sungai Alabio, dan Sungai Tabalong jika perbandingan debit airnya sepanjang tahun 1 : 1 : 1 :1 : 1 ? Tentukan juga total transpirasi dan evapotranspirasi jika perbandingannya 1 : 2 !

3. Sebutkan perbedaan antara rawa lebak dan rawa pasang surut!

jawaban

1. Salah satu peran lahan basah yang penting dalam siklus hidrologi yaitu sebagai penyimpan air(bisa juga disebut penampung air). Air hujan yang turun ke kawasan lahan basah tersebut akan disimpan di kawasan tersebut. Selain itu peran yang lain dapat melindungi kualitas air dan kuantitasnya dalam jumlah yang cukup. Dari segi sedimentasi yang dibawa oleh run off, maka wetlang juga menahan unsure-unsur hara yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman, juga menahan endapan agar tidak terbawa oleh arus sungai yang akan menyebabkan pendangkalan.
Di daerah Kalimantan Selatan peran tersebut dapat terlihat di daerah lahan basah pegunungan Meratus,cekungan Barito(DAS Barito) dan sekitarnya. Air hujan dari pegunungan Meratus akan diserap dan di alirkan ke DAS Barito. Jadi, peran pegunungan meratus yaitu menyerap air dan sebagai sumber air untuk daerah di sekitarnya. Untuk daerah cekungan Barito berperan untuk menjaga kualitas dan kuantitas air. Perannya dilihat dari kuantitas yang cukup dan seimbang yaitu, lahan basah cekungan Barito dapat diibaratkan sebagai spoon (busa) raksasa, yakni pada musim hujan, dia akan menyerap air dan jika terjadi kelebihan maka air tersebut akan dialirkan menjadi air tanah (Ground water). Pada musim kering air dari lahan basah akan dikeluarkan untuk dimanfaatkan.

2. Curah hujan rata-rata di Meratus = 1000 M liter/bulan = 1000000000 liter/bulan
= 1000000000 x 12 bulan = 12000000000 liter/tahun
80% mengalir melalui sungai = 80% x 12000000000 = 9600000000 liter/tahun
Di sungai Riam Kiwa = 1800000 liter/tahun
Namun hanya mampu mengaliri 100 hektar lahan masing-masing 9000 liter/tahun
Jadi, = 9000 x 100 = 900000 liter/tahun
Sisaair di sungai Riam Kiwa sebesar 900000(1/2nya) terevaporasi dan evapotranspirasi
Atau dapat dikatakan yang ter evaporasi = 300000 liter/tahun
Dan yang ter evapotranspirasi sebesar = 600000 liter/tahun
Sisa di lima sungai (sungai Riam Kanan, sungai Amandit, sungai Batang Alai, sungai Alabio dan sungai Tabalong) sebesar = 9600000000 – 1800000 = 9598200000 liter/tahun
Anggap sisa air dari pegunungan Meratus dibagi sama ke masing-masing 5 sungai tadi
= 9598200000/5 = 1919640000 liter/tahun permasing-masing sungai
Anggap yang terevaporasi dan terevapotranspirasi pada tiap-tiap sungai sama dengan yang terjadi pada sungai Riam Kiwa
Masing-masing sungai memiliki besarnya evaporasi dan evapotranspirasi sebesar
= ½ x 1919640000 = 959820000 liter/tahun
Peranan vegetasi dalam melakukan evapotranspirasi pada masing-masing sungai sebesar
Perbandingan total evaporasi dan evapotranspirasi yaitu 1: 2, sehingga besarnya evapotranspirasi
= 959820000/3 x 2 = 639880000 liter/tahun
Total evapotranspirasi dan evapotranspirasi pada masing-maing sungai sebesar = 959820000 liter/tahun

3. perbedaan rawa lebak dan rawa pasang surut yaitu
Pada rawa lebak(tergenang)
) Air yang ada dipengaruhi oleh banyaknya air hujan yang turun
) Airnya biasanya bersifat tawar
) Terletak di daerah cekungan
) Sifat airnya tawar
) Biasanya ditumbuhi tanaman yang besar
Sedangkan pada rawa pasang surut
) Air yang ada dipengaruhi oleh pasang surut air laut
) Airnya biasanya bersifat payau bahkan asin
) Terletak di dekat pantai atau muara sungai
) Sifat airnya asin atau payau
) Biasanya ditumbuhi tanaman bakau

M Hasan Basri

Tugas PLLB Final Praktikum PLLB

Daerah Nagara

Nagara adalah nama dari sebuah ibukota kecamatan yang terdapat di Kandangan.
Hampir seluruhnya dari wilayah ini tertutupi oleh air rawa, yang merupakan salah satu sudut di cekungan Barito. Di rawa inilah hampir semua sungai yang berhulu di Meratus dan mengalir ke sebelah barat bertemu dalam satu kawasan yang luasnya hamper mencapai satu juta hektare. Rawa ini juga berfungsi sebagai penghambat banjir dari luapan sunagai-sungai di kawasan daerah tangkapan air Meratus yang menuju muara sungai Barito. Itulah data yang telah didapatkan sebelum datang dan melihat langsung daerah tersebut.

Tiga program studi dari FMIPA UNLAM yaitu Program studi Matematika, Fisika, dan Ilmu Komputer melakukan observasi di daerah ini. Mayoritas dari penduduk daerah ini beragama Islam. Tahap awal obyek observasi kami adalah penduduk sekitar yang diberi beberapa pertanyaan mengenai aktivitas maupun kegiatan penduduk dalam kehidupan sehari-hari dari kebutuhan pokok mereka, dari mana mereka mendapatkannya, hingga kegiatan sosial mereka dengan sesama penduduk di daerah ini. Mata pencaharian mereka beragam, ada yang bergelut dibidang perkayuan, perikanan, maupun dalam bidang daur ulang besi menjadi barang-barang kebutuhan rumah tangga. Namun, ada satu titik temu yang dapat ditarik dari beragamnya hasil ini yaitu kebutuhan mereka akan sungai yang mengalir di bawah permukiman mereka. Ternyata sungai dan rawa yang ada di sini menjadi sumber pencaharian, dan pusat dari kehidupan mereka selama ini.

Selama penelusuran di aliran sungai menuju Rawa Bangkau ini banyak sekali hal-hal menarik yang ditemukan dan sangat perlu untuk diungkapkan ke khalayak ramai. Rumah-rumah penduduk di sekitar aliran sungai ini dibangun dengan menjorok ke daerah mulut sungai. Lalu, ditambah lagi dengan banyaknya lanting yang multifungsi. Mereka menggunakan lanting ini sebagai tempat pembuangan terakhir bagi hasil sirkulasi pencernaan dalam tubuh atau yang lebih dikenal dengan nama Water Closet (WC), tempat mandi, mencuci pakaian, mencuci piring dan peralatan rumah tangga lainnya, dan berbagai aktivitas lainnya yang sangat beragam. Jika dilihat dari multifungsinya aliran sungai ini, pantaslah jika penduduk menganggap sungia ini amat penting bagi kehidupan mereka. Namun, jika dipandang dari segi tata lingkungan untuk pemukiman sudah barang tentu hal ini menunjukkan tata lingkungan yang buruk. Karena pembangunan pemukiman yang menjorok ke daearah mulut sungai saja sudah salah apalagi ditambah dengan lanting-lanting yang mengapung di aliran sungai ini. Belum lagi jika dikaitkan dengan kesehatan, sungai yang airnya dijadikan MCK ini tentunya tidak sehat bagi penduduk tersebut. Jika dikaitkan dengan absorbsi lahan basah, dengan model pembangunan pemukiman yang seperti ini tentu saja memberikan peluang yang amat besar bagi terjadinya pengikisan tanah. Apabila dibiarkan saja tata lingkungan yang seperti ini bukan hal yang mustahil jika beberapa puluh tahun ke depan tanah-tanah yang menjadi tumpuan bagi jalan raya ini akan menjadi daerah yang tergenangi oleh air dan menjadi daerah perluasan dari sungai asal. Maka, pemukiman pendudukpun akan jadi korban. Dipandang dari segi kesehatan, dengan pengkonsumsian air sungai ini secara terus-menerus akan menimbulkan dampak kesehatan yang sangat buruk. Dari penyakti kulit,diare, muntaber, dan berbagai penyakit lainnya yang muncul karena pemakaian air sungai yang menjadi tempat MCK sebagian besar penduduk secara terus-menerus.

Tentunya untuk mengatasi segala macam permasalan di atas diperlukan kerjasama dari beberapa pihak. Selain Pemda, Dinas Tata Kota, para mahasiswa yang mengerti serta peduli akan kelangsungan daerah ini juga harus membantu perbaikan agar tidak terjadi dampak-dampak buruk yang tidak diinginkan. Namun, tanpa kontribusi dari penduduk asli rehabilitasi lingkunhan ini tidak akan dapat berjalan dengan mulus. Sehingga kerjasama ini harus melibatakan penduduk asli juga, karena hal ini sebenarnya amat berkaitan terhadap kelangsungan kehidupan mereka di daerah Nagara yang mereka cinta ini.



Gambar 1. Daerah Rawa Bangkau

Di samping segala hal di atas, terdapat hal-hal positif yang belum terjamah bagi kita. Sebenarnya banyak sekali sumber daya alam yang belum termanfaatkan bagi penduduk. Terdapat Rawa Bangkau di ujung dari aliran sungai ini, daerah inilah yang ditumbuhi ribuan bahkan jutaan enceng gondok yang mengapung di atasnya. Rawa Bangkau menjadi sumber investasi yang luar biasa jika dapat dimanfaatkan dengan baik. Di daerah ini sudah tidak terdapat rumah-rumah penduduk, yang ada hanyalah beberapa tempat yang dijadikan sebagai kandang ternak kerbau rawa ataupun ternak bebek. Ternyata sebagian penduduk telah menyadariakan keberadaan Rawa Bangkau ini. Bagi penduduk pada musim kemarau ini akan menjadi waktu yang tepat untuk pencarian ikan. Karena rawa ini menjadi surut jika musim kemarau tiba, dan menagnkap ikan-ikanpun menjadi lebih mudah. Mereka menggunakan berbagai peralatan, dari yang namanya lunta, keramba, maupun peralatan yang lebih besar lagi.


Gambar 2. Kandang Ternak Kerbau Rawa


Keberadaan enceng gondok di sini ternyata amatlah penting, enceng gondok dapat mengikat sedimen-sedimen tanah. Selain itu dapat menetralkan logam-logam berat yang terkandung di dalam air, karena seperti yang telah kita ketahui sebelumnya aliran sungai ini menjadi tempat berkumpulnya segala macam logam berat sisa-sisa produksi berbagai perusahaan. Namun, disamping segala macam segi positif dari keberadaan enceng gondok ini ternyata ada pula segi negatifnya, sebagian besar mata pencaharian penduduk di daerah ini adalah mencari ikan dengan keberadaan enceng gondok sebenarnya telah mengurangi pemenuhan oksigen bagi ikan-ikan yang ada di bawahnya. Sehingga, organisme yang ada di bawahnya akan kekurangan oksigen untuk melangsungkan kehidupannya.

Dari observasi yang telah dilakukan sebagai mahasiswa dari program studi Fisika FMIPA UNLAM kami menemukan satu hal yang dapat dimanfaatkan dari daerah Rawa Bangkau ini, tentunya disamping banyaknya manfaat-manfaat lain yang dapat di angkat dari daerah ini. Pembuatan Energi Listrik Bantuan dari Sel Surya merupakan salah satu hal yang menarik bagi fisika. Walaupun telah diketahui sebelumnya bahwa di daerah ini memang sudah pernah memanfaatkan sel surya sebagai pembangkit listrik bantuan, namun hal itu tidak menyurutkan hasrat kami untuk melakukan observasi lebih mendalam. Karena pemanfaatannya yang masih kurang, jadi kamipun berfikiran nuntuk dapat memaksimalkan tenaga surya yang ada.
Energi adalah satu kata yang mempunyai makna sangat luas karena tidak ada aktivitas di alam raya ini yang bergerak tanpa energi dan itulah sebabnya kata salah seorang professor di Jepang bahwa hampir semua perselisihan di dunia ini, berpangkal pada perebutan sumber energi.

Secara umum sumber energi dikategorikan menjadi dua bagian yaitu non-renewable energy dan renewable energy. Sumber energi fosil adalah termasuk kelompok yang pertama yang sebagaian besar aktivitas di dunia ini menggunakan energi konvensional ini.Sekitar tahun delapan puluhan ketika para ahli di Indonesia menawarkan sumber energi alternatif yang banyak digunakan di negara maju yaitu nuklir, banyak terjadi pertentangan dan perdebatan yang cukup panjang sehingga mengkandaskan rencana penggunaan sumber energi yang dinilai sangat membahayakan itu. Diantara usulan yang banyak dilontarkan kala itu adalah mengapa kita tidak menggunakan sumber energi surya. Memang tidak diragukan lagi bahwa solar cell adalah salah satu sumber energi yang ramah lingkungan dan sangat menjanjikan pada masa yang akan datang, karena tidak ada polusi yang dihasilkan selama proses konversi energi, dan lagi sumber energinya banyak tersedia di alam, yaitu sinar matahari, terlebih di negeri tropis semacam Indonesia yang menerima sinar matahari sepanjang tahun.Permasalahan mendasar dalam teknologi solar cell adalah efisiensi yang sangat rendah dalam merubah energi surya menjadi energi listrik, yang sampai saat ini efisiensi tertinggi yang bisa dicapai tidak lebih dari 20%, itupun dalam skala laboratorium. Untuk itu di negara-negara maju, penelitian tentang solar cell ini mendapatkan perhatian yang sangat besar, terlebih dengan isu bersih lingkungan yang marak digembar gemborkan.


Dari cahaya menjadi Listrik




Gambar 3.Sistem Solar Sel


Secara sederhana solar cell terdiri dari persambungan bahan semikonduktor bertipe p dan n (p-n junction semiconductor) yang jika tertimpa sinar matahari maka akan terjadi aliran electron, nah aliran electron inilah yang disebut sebagai aliran arus listrik. Bagian utama perubah energi sinar matahari menjadi listrik adalah absorber (penyerap), meskipun demikian, masing-masing lapisan juga sangat berpengaruh terhadap efisiensi dari solar cell. Sinar matahari terdiri dari bermacam-macam jenis gelombang elektromagnetik. Oleh karena itu absorber disini diharapkan dapat menyerap sebanyak mungkin solar radiation yang berasal dari cahaya matahari.


Gambar 4. Proses Transmisi


Lebih detail lagi bisa dijelaskan sinar matahari yang terdiri dari photon-photon, jika menimpa permukaaan bahan solar sel (absorber), akan diserap,dipantulkan atau dilewatkan begitu saja. dan hanya foton dengan level energi tertentu yang akan membebaskan electron dari ikatan atomnya, sehingga mengalirlah arus listrik. Level energi tersebut disebut energi band-gap yang didefinisikan sebagai sejumlah energi yang dibutuhkan utk mengeluarkan electron dari ikatan kovalennya sehingga terjadilah aliran arus listrik. Untuk membebaskan electron dari ikatan kovalennya, energi foton (hc/v harus sedikit lebih besar atau diatas daripada energi band-gap. Jika energi foton terlalu besar dari pada energi band-gap, maka extra energi tersebut akan dirubah dalam bentuk panas pada solar sel. Karenanya sangatlah penting pada solar sel untuk mengatur bahan yang dipergunakan, yaitu dengan memodifikasi struktur molekul dari semikonduktor yang dipergunakan.Tentu saja agar efisiensi dari solar cell bisa tinggi maka foton yang berasal dari sinar matahari harus bisa diserap yang sebanyak banyaknya, kemudian memperkecil refleksi dan remombinasi serta memperbesar konduktivitas dari bahannya.Untuk bisa membuat agar foton yang diserap dapat sebanyak banyaknya, maka absorber harus memiliki energi band-gap dengan range yang lebar, sehingga memungkinkan untuk bisa menyerap sinar matahari yang mempunyai energi sangat bermacam-macam tersebut. Salah satu bahan yang sedang banyak diteliti adalah CuInSe2 yang dikenal merupakan salah satu dari direct semikonduktor.


Dari begitu banyak keuntungan solar cell seperti telah diuraikan diatas ternyata tidak polemik tidak kemudian berhenti begitu saja, masih ada yang mengatakan memang benar solar cell ketika melakukan proses perubahan energi tidak ada polusi yang dihasilkan, tetapi sudahkah kita menghitung berapa besar polusi yang telah dihasilkan dalam proses pembuatannya, dibandingkan kecilnya efisiensi yang dihasilkan. Sebagai tantangannya disini adalah bagaimana cara untuk menaikkan efisiensi, yang tentunya akan berdampak kepada nilai ekonomisnya. Selain itu pula cara untuk mengaplikasikannya untuk kehidupan penduduk di Nagara ini di rasa harus melibatkan banyak pihak demi keberhasilan cita-cita yang baik ini.

Minggu, 07 Juni 2009

TUGAS PENGENALAN LAHAN BASAH


tungkaran

Secara geografis desa Tungkaran di Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar terletak di 3 37′ 22.8” Lintang Selatan dan 114 42′ 09.2” Bujur Timur. Untuk dapat menjangkau desa tungkaran tidak diperlukan waktu lama, hanya menempuh waktu kurang lebih sekitar 19 menit dari kota Banjarbaru dengan kendaraan bermotor.

Luas lahan basah di Kalimantan Selatan mencapai 382.272 ha. Lahan basah di Kalimantan Selatan merupakan daerah cekungan pada dataran rendah yang pada musim penghujan tergenang tinggi oleh air luapan dari sungai atau kumpulan air hujan, pada musim kemarau airnya menjadi kering.

Lahan basah adalah lahan yang secara alami atau buatan selalu tergenang, baik secara terus-menerus ataupun musiman, dengan air yang diam ataupun mengalir. Air yang menggenangi lahan basah dapat berupa air tawar, payau dan asin. Tinggi muka air laut yang menggenangi lahan basah yang terdapat di pinggir laut tidak lebih dari 6 meter pada kondisi surut. Sebagian besar kondisi tanah di Kalimantan Selatan adalah lahan basah atau lahan gambut. Artinya, daerah Kalimantan selatan merupakan kawasan rawa terbesar karena tergenang air, baik secara musiman maupun permanen dan banyak ditumbuhi vegetasi sehingga secara umum kondisi lahan basah memiliki tekstur, sifat fisik dan kimia yang khas.

Luas lahan basah di Kalimantan Selatan mencapai 382.272 ha. Lahan basah di Kalimantan Selatan merupakan daerah cekungan pada dataran rendah yang pada musim penghujan tergenang tinggi oleh air luapan dari sungai atau kumpulan air hujan, pada musim kemarau airnya menjadi kering.

102_3032

Secara geografis desa Tungkaran di Kecamatan Martapura, Kabupaten Banjar terletak di 3 37′ 22.8” Lintang Selatan dan 114 42′ 09.2” Bujur Timur. Untuk dapat menjangkau desa tungkaran tidak diperlukan waktu lama, hanya menempuh waktu kurang lebih sekitar 19 menit dari kota Banjarbaru dengan kendaraan bermotor.

Kondisi lingkungan lahan basah di desa Tungkaran sangat banyak di tumbuhi vegetasi air seperti eceng gondok, purun tikus, kayapu dan teratai. Banyak juga pohon-pohon sagu yang tumbuh di sekitar lahan basah tersebut, selain itu juga terdapat ikan-ikan yang biasa hidup di perairan lahan basah seperti ikan betok, ikan sepat rawa, ikan sepat siam dan ikan gabus.

Lahan basah yang masih belum tergarap itu merupakan habitat yang sangat nyaman bagi tanaman-tanaman rawa dan tanaman air seperti Purun Tikus (Eleocharis dulcis), Eceng gondok (Eicchorina cressipes), dan teratai (Salvinia molesta). Selain sebagai habitat bagi tanaman rawa dan tanaman air kawasan ini juga menjadi habitat dari hewan air seperti kodok rawa (Fejervarya cancrivora) dan ikan air tawar seperti ikan sepat Ikan Sepat (Trichogaster pectoralis).
Sebagian besar lahan basah yang ada didaerah tungkaran menjadi habitat utama dari tumbuhan eceng gondok (Eicchorina cressipes), ecen gondok sering dikenal sebagai tanaman gulma atau tanaman hama sehingga banyak lahan basah di dereah tungkaran yang tidak bisa dimanfaatkan sebaik mungkin karena di tumbuhi oleh eceng gondok. Sebenarnya eceng gondok yang cukup banyak tersebut bisa menjadi nilai ekonomi yang cukup tinggi kalau saja dikembang biakan secara benar, misalnya saja seratnya dapat dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan tangan yang sekarang sudah banyak di ekspor keluar negeri. Daun dari tanaman eceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak.

Selain memiliki nilai ekonomi yang tinggi enceng gondok juaga mempunyai manfaat yang sangat bagus untuk ekosistem sekitar lahan basah tersebut, eceng gondok dapat menjadi pembersih polutan logam berat yang ada di air yang dapat mengganggu ekosistem sekitar lahan basah tersebut.

102_3006

Selain eceng gondok tanaman yang juga mempunyai manfaat yang sangat baik dalam eksistensi lahan basah di daerah tungkaran tersebut adalah purun tikus atau dalam bahasa ilmiahnya disebut dengan Eleocharis dulcis. Purun tikus (Eleocharis dulcis) adalah tanaman khas daeraha rawa yang memiliki Batang tegak, tidak bercabang, warna abu-abu hingga hijau mengkilat dengan panjang 50-200 cm dan ketebalan 2-8 mm. Sedangkan daun mengecil sampai ke bagian basal, pelepah tipis seperti membran, ujungnya asimetris, berwarna cokelat kemerahan. Purun tikus juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan kerajinan tangan berupa tas, tikar dan lebih banyak lagi dan juga dapat menjaga tanaman para petani dari serangan hama serangga. Ekosistem disekitar lahan basah di daerah tungkaran sedikit terganggu dengan adanya sampah-sampah rumah tangga dan sampah-sampah anorganik yang sangat sulit untuk diuraikan yang berserakan di kawasan tersebut. Kurangnya kesadaran masyarakat tentang seberapa pentingnya peran lahan basah tersebut dalam ekosistem merupakan sebab yang dapat menghambat kelangsungan lahan basah tersebut. Apabila hal ini tidak cepat ditanggulangi maka akan menghambat eksistensi dari lahan basah itu sendiri serta dapat merusak kelangsungan dari ekosistem yang ada di sekitar lahan basah tersebut.

102_3008102_3020